LAPORAN PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI
FITOPLANKTON
NAMA
: ELA LOUPATTY
NIM
: 2010-65-005
PROGRAM
STUDI : BUDIDAYA PERAIRAN (BDP)
KELOMPOK
I
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
PATTIMURA AMBON
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geomorfologi, Teluk Ambon
terdiri atas dua bagian teluk yaitu teluk Ambon bagian luar dan teluk Ambon
Bagian dalam yang dipisahkan oleh satu
ambang Galala - Rumah Tiga yang sempit. Keberadaan ambang ini menyebabkan
mekanisme pertukaran masa air antara teluk Ambon bagian dalam dan teluk Ambon
bagian luar agar terhalang (wenno, 1986). Salain digunakan sebagai lalulintas
bagi masyarakat, teluk ambon juga merupakan areal penangkapan ikan yang
pontensial, khususnya teluk Ambon bagian dalam yang disebut sebagai ladang ikan
umpan.
Komunitas plankton memegang peranan
penting dalam ekosistem dilaut, karena plakton khususnya fitoplankton merupakan
dasar dari rantai makanan dan disebut produser primer. Sebagai produser primer,
plankton dapat membentuk materi organik dari materi anorganik melalui proses
fotosintesis yang selanjutnya dapat dimanfaatkan secara langsung oleh organisme
lainnya (sumich, 1999). Kelimpahan fitoplankton di laut juga memberi dampak
pada kelimpahan fitoplankton di laut. Fitoplankton sendiri merupakan organisme
plankton yang dapat menghasilkan materi – materi organic dengan sendirinya.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari pelaksanaan prakitkum
ini adalah :
·
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
distribusi spesies dan kepadatan organisme fitoplankton secara horizontal
diteluk Ambon bagian dalam.
·
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara
menggunakan plankton net (norpac).
·
Agar mahasiswa mampu mengetahui
bagaimana cara mengidentifikasi fitoplankton di laboratorium.
1.3 Waktu/Lokasi
·
Praktikum Planktonologi dilakukan pada :
Waktu
Hari/Tanggal :
Rabu, 11 Januari 2012
Pukul : 08.30 – 14.00 WIT
Lokasi
Teluk
Ambon
·
Praktikum Laboratorium dilakukan pada
(untuk Pegendapan) :
Waktu
Hari/Tanggal :
Jumat, 13 Januari 2012
Pukul : 12.00 – 12.10 WIT
Lokasi
Laboratorium
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
·
Praktikum Laboratorium dilakukan pada
(untuk Identifikasi) :
Waktu
Hari/Tanggal : Rabu,
18 Januari 2012
Pukul : 13.30 – 15.00 WIT
Lokasi
Laboratorium
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
BAB
II
METODE
PRAKTIKUM
2.1 Metode Sampling dan Pengawetan
v Alat dan Bahan:
ü Peralatan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
·
Plankton net (Kitahara), dengan panjang
1 m, diameter 0,21 m, mata jaring 0,35
mm
·
Ember Plastic volume 5 liter
·
Gayung
·
Plastik Sampel
·
Karet Gelang
·
Tali
·
Stopwatch
·
Penyemprot
·
Pemberat
·
Mikroskop ( 10 x 0,25)
·
Jarum Suntik
·
Gelas Ukur
·
Botol Sampel
·
Sedgewick Raffer
ü Sedangkan
bahan yang digunakan adalah :
·
Formalin 40 %
·
Sampel Fitoplankton
v Metode Sampling dan Pengawetan:
Pengambilan sampel dilakukan di
teluk Ambon bagian dalam.
2.2 Metode Analisa Data
Metode praktikum yang digunakan
adalah dengan melakukan penelitian secara langsung di perairan teluk Ambon bagain
dalam pada tanggal 11 Januari 2012 pukul 09.00 WIT. Praktikum dilakukan dengan
menggunakan spit boot sebagai sarana transportasi. Pengambilan sampel dilakukan
secara horizontal yang mana diambil dari arah Poka menuju Galala. Keadaan cuaca
di teluk Ambon bagian dalam sangat cerah. Pelepasan Plankton net tepat pada
pukul 09.36 WIT. Ketika spit telah
berjalan Plankton net dilepaskan secara perlahan - lahan dari atas. Pelepasan
plankton net dilakukan selama kurang lebih 3 menit. Setelah itu, plankton net
diangkat dan dilakukan pembersihan di sekitar jaring agar sampah-sampah yang
tertempel dapat dibersihkan. Penyemprot digunakan untuk membersihkan tabung
penyaring fitoplankton agar plankton-palnkton yang masih tertempel bisa terlepas.
Sampel yang sudah terambil dimasukkan kedalam plastic sampel untuk
diidentifikasi di laboratorium.
Gambar 1. Peta Lokasi penelitian
diteluk Ambon bagian dalam
Pelaksanaan pengidentifikasian
dilakukan di laboratorium. Agar sampel tetap awet, maka sampel-sampel tersebut
dicampur dengan menggunakan bahan pengawet. Pemilihan dan penentuan konsentrasi
akhir bahan pengawet dalam sampel sangat penting diperhatikan agar
sampel-sampel yang kemudian akan diamati di bawah mikroskop tidak mengalami kerusakan.
Disamping itu, jenis dan konsentrasi bahan pengawet harus disesuaikan dengan
jenis sampel plankton yang dikoleksi. Bahan pengawet yang umum digunakan di
laboratorium untuk preservasi sampel mikropalnkton dan juga fitoplankton adalah
formalin. Pemberian bahan pengawet
sebaiknya dilakukan dengan segera setelah sampel ditampung dalam
botol-botol sampel agar plankton tidak mengalami kerusakan akibat proses
pembusukan. Bahan pengawet yang baik adalah yang dapat mengawetkan sel-sel
plankton secara optimal tanpa merusak struktur sel, dan benda yang diawetkan
dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Di laboratorium, sampel-sampel
fitoplankton diberi bahan pengawet formalin dengan konsetrasi akhir dalam
sampel sekitar 4 %. Untuk dapat mencapai konsentrasi akhir yang dinginkan,
larutan formalin 40 % yang telah dinetralkan dibuat menjadi 4 % dengan jalan
menambahakn 90 ml air laut (berisi sampel) ke dalam 10 ml formalin atau dengan
perbandingan 9 air : 1 formalin. Atau juga dapat menggunakan rumus :
N1
. V1 = N2 . V2
Dimana : N1 = konsentrasi awal bahan pengawet
V1
= volume bahan pengawet yang harus ditambahkan ke dalam sampel
N2
= konsentrasi akhir bahan pengawet yang diinginkan
V2
= volume sampel
Perhitungan ,
Jika diketahui : N1
= 40 % = 0,4 m
V1 = 10 ml
N2 = 4 % = 0,04 m
V2 = 100 ml
Penyelesaian :
N1 . V1 =
N2 . V2
0,4
. 10 = 0,04 . 100
4 = 4
Berdasarkan perhitungan di atas maka
konsentrasi awal dan akhir bahan pengawet seimbang. Setelah diawetkan dilakukan
pengamatan jenis dengan menggunakan mikroskop dengan ukuran lensa 10 x 0,25.
Fraksi sampel yang diambil sebanyak 1 ml. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga
kali untuk melihat jumlah organisme yang terdapat dalam setiap fraksi. Utnuk
mengidentifikasi jenis atau speciesnya digunakan buku kunci identifikasi yang
berjudul “Illustrasions Of The Marine
Plankton Of Japan” oleh Yamaji dan buku kunci identifikasi fitoplankton.
BAB
III
HASIL
PRAKTIKUM
3.1 Hasil Praktikum
A.
Perhitungan dan Hasil indentifikasi
sampel fitoplankton secara vertical pada kedalaman 5 – 0 yang telah diamati.
Jenis
|
Sampel
|
Minidiscus
Hemialus
Ceratium
Bacteriastrum
Chaetoceros
Pseudo-nitzsehia
Skeletoenema
|
X
III
XXX
II
III
I
IV
-
|
Jumlah
organisme
|
48
|
B.
Perhitungan dan hasil identifikasi sampel
fitoplankton secara vertical pada kedalaman 10 – 0 yang telah diamati.
Jenis
|
Sampel
|
Ceratium
Bacteriastrum
Pseudo-nitzsehia
Leptocylindrus
Minidiscus
|
XXX
VI
VI
I
XVII
|
Jumlah
organisme
|
60
|
C.
Perhitungan dan hasil identifikasi
sample fitoplankton secara Horisontal pada kedalaman 100 meter yang telah di
amati.
Jenis
|
Sampel
|
Pactyliosolen
Chaetoceros
Azpeitia
Minutocellus
Leptocylindrus
Minidiscus
Asteromphallus
Hemialus
|
IV
III
III
III
I
I
V
II
|
Jumlah
organisme
|
22
|
Perhitungan (sampel yang
diidentifikasi), sebelum menghitung kepadatan Fitoplankton, maka terlebih
dahulu menghitung jarak yang ditempuh oleh Plankton net dan volume air
tersaring. Berikut adalah perhitungannya :
·
Jarak yang ditempuh oleh Plankton Net
(Kitahara) dapat dihitung dengan persamaan :
Dimana :
V
= kecepatan yang ditempuh alat transportasi.
T
= Waktu yang diperlukan pada saat melepaskan Plankton net.
S
= Jarak yang ditempuh oleh Plankton Net.
Maka, diketahui
:
V
= 3 knot = 1,54333 m/s
T
= 3 menit = 180 s
S=
. . . .?
Penyelesaian :
1,54333 =
S = 1,54333 . 180
S = 277,7994 m/s2
Jadi, jarak yang ditempuh
Plankton Net selama kurun waktu 3 menit adalah 277,7994 m/s2
·
Sementara untuk menghitung volume air
tersaring dapat menggunakan formula menurut Newell dan Newell (1977) :
Dimana :
V
: Volume air tersaring (liter)
L : Jarak yang ditempuh oleh Plankton Net
Maka, diketahui :
L = 277, 7994 m/s2
Penyelesaian :
Jadi, volume air tersaring dalam Plankton Net adalah 153,871 liter.
·
Sehingga Kepadatan
Fitoplankton dapat dihitung dengan menggunakan formula :
D =
q
Dimana :
D
: Kepadatan Fitoplankton
q
: Jumlah Fitoplankton
f
: Fraksi yang diambil ( 1 ml = 10-3
liter)
v
: Volume air tersaring
a)
Perhitungan kepadatan pada pengambilan
sample vertical pada kedalaman 5 meter :
Diketahui :
q1 = 48 organisme D1 = ……
?
f = 10-3
liter
v = 153,871
liter
Penyelesaian
:
D1 =
q
(10-3 . 153,871)
D1 = 3,119
. 102 ind./l
Jadi, kepadatan Fitoplankton pada pengambilan sampel
pertama adalah 3,119 . 102
ind./l
b)
Perhitungan kepadatan pada pengambilan
sampel vertikal pada kedalaman 10 meter :
Diketahui :
q2 : 60
organisme D2 = ……
?
f : 10-3
liter
v : 153,871
liter
Penyelesaian
:
D2 = q
(10-3. 153,871)
D2 = 3,899
. 102 ind./l
Jadi, kepadatan Fitoplankton pada pengambilan sampel
kedua adalah 3,899 . 102
ind./l
c)
Perhitungan kepadatan pada pengambilan
sampel horizontal pada kedalaman 100 meter :
Diketahui :
q3 : 22
organisme D3 = ……
?
f : 10-3
liter
v : 153,871
liter
Penyelesaian
:
D2 =
q
(10-3 . 153,871)
D2 = 1,429
. 102 ind./l
Jadi, kepadatan Fitoplankton pada pengambilan sampel
ketiga adalah 1,429 . 102
ind./l
D.
Gambar bentuk masing-masing sampel yang
diidentifikasi
1.
Gambar sampel vertikal pada kedalaman 5
meter :
2.
Gambar sampel vertikal pada kedalaman 10
meter :
3.
Gambar sampel horizontal pada kedalaman
100 meter :
3.2
Pembahasan
Pengambilan sampel dilakukan di
teluk Ambon bagian dalam. Berdasarkan
pengamatan sampel melalui Microskop, ditemukan genus-genus antara lain: Ceratium, Minidiscus, Bacteriastrum, Pseudo-nitzsehia,
dan Hemiaulus. Dari total genus
yang terlihat, maka genus Ceratium dan Minidiscus dan yang paling banyak ditemukan.
Sampel-sampel tersebut diambil dengan
mengikuti pergerakan Spit boot dari arah Poka ke Galala. Jumlah genus yang
ditemukan relatif sedikit, kemudian kepadatan fitoplankton juga relatif sedikit
dimana kepadatan fitoplankton berkisar antara 1,42 . 102 ind./l
sampai 3,89 . 102 ind./l. Kemungkinan hal ini terjadi dikarenakan
kualitas air yang tidak begitu baik sehingga mempengaruhi populasi fitoplankton
yang berujung pada penurunan populasi fitoplankton di teluk Ambon bagian dalam.
Penurunan kualitas perairan di teluk Ambon bagian disebabkan oleh penumpukan
sampah-sampah yang terbawa dari darat yang diakibatkan oleh aliran air hujan
yang mengguyur kota Ambon. Selain itu juga disebabkan karena adanya migrasi
vertical harian yang dilakukan oleh organisme – organisme fitoplankton pada
pagi hari sehingga fitoplankton yang berada pada dasar perairan tidak terambil
karena pengambilan sampel dilakukan hanya secara horizontal yaitu di permukaan
perairan.
Berikut adalah deskripsi dari
masing-masing genus yang ditemukan :
v Ceratium
Ceratium
termasuk dalam Dinoflagellata. Dinoflagellata termasuk golongan fitoplankton
yang menjadi anggota dari kelas Dinophyceae terkhususnya pada divisi
Phyrophyta. Setelah diatom, dinoflagellata merupakan kelompok
fitoplankton kedua yang melimpah di perairan. Yang membuat dinoflagellata
unik adalah organismenya mampu menjadi organisme autotrof, bahkan dapat
bersifat autotrof atau heterotrof (mixotrofik) dan juga mampu menjadi organisme
parasit.
·
Ciri-Ciri
Umum
-
Dinoflagellata
merupakan organisme bersel tunggal, memiliki nucleus yang besar, memiliki
stigma dan trichocysts.
-
Memiliki
kloroplas yang kecil yang berbentuk discoid dan bentuk lainnya yang
berisi pigmen untuk berfotosintesis sama dengan yang ada pada diatom.
-
Pigmen
yang dimiliki adalah klorofil a, c, karote, xanthophylls, peridinin,
neoperidinin, dinoxanthin, neodinoxanthin, dan diatoxanthin.
-
Ukuran
selnya yakni antara 25µm - 1000µm. Terdapat juga spesies yang tumbuh dengan
rantai yang panjang atau pseudocoloni.
-
Jumlah
spesiesnya antara 1000-1500 spesies dan sebagian besar adalah spesies laut.
-
Habitatnya
kebanyakan pada lingkungan laut dan estuary. Biasanya mendominasi perairan
tropis dan sub tropis.
-
Kelimpahan
dinoflagellata dapat mengakibatkan terjadinya red tide.
Gambar Ceratium:
v Bacteriastrum
Bacteriastrum adalah jenis plankton yang
menguntungkan. Bacteriastrum termasuk dalam Diatom (Chrysophyta).
Diatom mempunyai kelimpahan yang
tinggi dan dapat ditemukan di berbagai habitat misalnya tanah basah, dinding
batu, karang terjal, gambut dan kulit kayu. Juga dapat dilihat sebagai buih
kuning di atas lumpur pada selokan atau kolam.
ü Berdasarkan cara hidupnya diatom
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu :
a.
Diatom
Bentos
Diatom
bentos pada umumnya hidup bercampur dengan lumpur atau menempel pada substrat
di dasar perairan, misalnya Cymbella, Gomphonema, Cocconeis, dan
Eunotia.
b.
Diatom
Plankton
Diatom plankton biasanya hidup
melayang-layang bebas di perairan, baik air tawar maupun air laut. Di air tawar
diatom dapat ditemukan di sungai, danau, kolam, rawa-rawa, dan ada juga yang
bisa ditemukan di perairan yang suhunya mencapai 45 0C. Beberapa
diatom hidup sebagai epifit pada alga lain atau tanaman air.
Diatom
dalam pertumbuhannya mengalami fase vegetative, sexual dan fase istirahat.
Secara normal, diatom bereproduksi melalui pembelahan vegetatif dan pada
sebagian besar spesies, fase vegetatif yang paling sering ditemukan. Selama
pembelahan sel, sel diatom akan membentuk dua nucleus. Kedua katub dari
frustula akan berpisah dan masing-masing sel anak menerima satu katub dari sel
induk. Katub yang diterima tersebut akan menjadi epitheca dari masing-masing
sel anak dan satu hypotheca baru akan dikembangkan. Sel baru yang terbentuk
dalam epitheca induk akan memiliki ukuran yang sama dengan sel induk, tetapi
sel yang terbentuk di dalam hypotheca asal akan berukuran lebih kecil. Dengan
demikian sebagian besar diatom mengalami penurunan ukuran sel dan untuk
mencapai ukuran sel maksimum, pertumbuhan vegetatif diatom harus diselingi
dengan siklus seksual yang dapat menghasilkan sel berukuran maksimum. Beberapa
diatom kususnya spesies neritik yang hidup pad perairan dangkal menghasilkan
spora istirahat (“resting spore”) pada kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan.
v Pseudo-Nitzschia
Pseudo-Nitzschia termasuk dalam Diatom. Bacillariophyceae atau diatom
terdapat lebih dari 250 marga dan sekitar 100.000 spesies. Diatom merupakan mikroflora
utama di lingkungan yamg cukup sinar matahari untuk mempertahankan aktivitas.
Diatom selain bersifat kosmopolit juga memiliki laju pertumbuhan yang tinggi.
Sebagi misal pada perairan yang subur dan tidak tercemar kepadatan populasinya
dapat mencapai 2.000-10.000 sel per liter air.
·
Bentuk
Sel
Sel
diatom terlihat seperti kapsul dengan lapisan luar berwarna kuning kecokelatan.
Selnya terdiri dari 2 katub (valva) yang menyatu dan membentuk cawan
petri. Epitheca merupakan katub bagian atas dan berukuran besar.
Sedangkan hypotheca merupakan katub dengan ukuran lebih kecil dan terletak di
bagian bawah.
Pada bagian
dalam frustula terdapat sitoplasma yang melapisi vakuola berisi cairan sel.
Selain itu, Protoplasma diatom memiliki inti, sebuah vakuola pusat dan
satu sampai beberapa kecoklatan plastida yang mengandung klorofil a dan c serta
13 karoten dan xanthopil. Hal ini yang mengakibatkan diatom menjadi organisme
autotrof yang mampu mengalami proses fotosintesis dengan bantuan klorofil.
Diatom plankton biasanya hidup
melayang-layang bebas di perairan, baik air tawar maupun air laut. Di air tawar
diatom dapat ditemukan di sungai, danau, kolam, rawa-rawa, dan ada juga yang
bisa ditemukan di perairan yang suhunya mencapai 45 0C. Beberapa
diatom hidup sebagai epifit pada alga lain atau tanaman air.
Alga adalah
organisme eukariotik bersel tunggal dan mikroskopik yang sebagian hidup di
laut. Hampir sebagian besar spesies alga atau fitoplankton tidak berbahaya dan
berfungsi sebagai penghasil energi pada rantai makanan di laut.
Pada waktu
tertentu, alga tumbuh sangat cepat atau blooming dan berakumulasi dengan
densitas sangat padat sehingga menimbulkan penampakan berupa perubahan warna
pada permukaan air laut yang sangat jelas.
Red tide
adalah nama umum untuk menggambarkan fenomena tersebut di mana spesies
fitoplankton tertentu yang terdiri atas pigmen kemerah-merahan atau reddish
pigments dan bloom tersebut mengakibatkan perairan menjadi berwarna merah.
Sejumlah kecil
spesies alga menghasilkan toksin yang dapat ditransferkan melalui jaringan
makanan di mana mereka dapat mempengaruhi dan bahkan membunuh organisme yang
lebih tinggi tingkatannya, seperti zooplankton, kerang-kerangan, ikan, burung,
mamalia laut, dan bahkan manusia yang mengonsumsinya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sekarang para peneliti lebih memakai istilah harmful
algae blooms (HABs) untuk menggambarkan fenomena yang berkaitan dengan toksin
maupun dampak negatif dari alga.
Dikenal
berbagai jenis sindrom pada manusia yang dikaitkan dengan keberadaan toksin
yang berasosiasi dengan alga berbahaya ini, salah satunya adalah amnesic
shellfish poisoning (ASP) merupakan sindrom yang disebabkan oleh alga jenis Pseudo-nitzschia
sp. yang menghasilkan toksin domoic acid yang menyebabkan gangguan
gastrointestinal dan neurological.
Klasifikasi :
Domain
: Eukaryota
Kingdom
: Plantae
Phylum
: Bacillariophyta
Subphylum
: Diatomeae
Class
: Bacillariales
Ordo
: Bacillariophyceae
Family
: Bacillariaceae
Genus
: Pseudo-Nitzschia
Spesies
: Pseudo-Nitzschia sp.
Domoic acid
mengikat reseptor glutamat di otak mengakibatkan rangsangan yang terus-menerus
pada sel-sel saraf dan akhirnya terbentuk luka. Korban mengalami sakit kepala,
hilang keseimbangan, menurunnya sistem saraf pusat termasuk hilangnya ingatan
dan terlihat bingung dan gejala sakit perut seperti umumnya keracunan makanan.
Telah dilaporkan toksin tersebut juga dapat mengakibatkan kematian.
Gastroenteritis
biasanya terjadi dalam waktu 24 jam setelah konsumsi kerang-kerangan yang
beracun dengan gejala berupa muntah, kram perut, dan diare. Pada kasus yang
akut, gejala neurological terjadi dalam waktu 48 jam setelah konsumsi seafood.
Gejala yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, disorientasi, kejang,
kehilangan memori jangka pendek, dan koma.
v Chaetoceros
Chaetoceros adalah jenis plankton yang
menguntungkan. Chaetoceros termasuk dalam Diatom (Chrysophyta).
Bacillariophyceae
atau diatom terdapat lebih dari 250 marga dan sekitar 100.000 spesies. Diatom
merupakan mikroflora utama di lingkungan yamg cukup sinar matahari untuk
mempertahankan aktivitas. Diatom selain bersifat kosmopolit juga memiliki laju
pertumbuhan yang tinggi. Sebagi misal pada perairan yang subur dan tidak
tercemar kepadatan populasinya dapat mencapai 2.000-10.000 sel per liter air.
Sel
diatom terlihat seperti kapsul dengan lapisan luar berwarna kuning kecokelatan.
Selnya terdiri dari 2 katub (valva) yang menyatu dan membentuk cawan
petri. Epitheca merupakan katub bagian atas dan berukuran besar.
Sedangkan hypotheca merupakan katub dengan ukuran lebih kecil dan terletak di
bagian bawah.
Pada bagian
dalam frustula terdapat sitoplasma yang melapisi vakuola berisi cairan sel.
Selain itu, Protoplasma diatom memiliki inti, sebuah vakuola pusat dan
satu sampai beberapa kecoklatan plastida yang mengandung klorofil a dan c serta
13 karoten dan xanthopil. Hal ini yang mengakibatkan diatom menjadi organisme
autotrof yang mampu mengalami proses fotosintesis dengan bantuan klorofil.
Bentuk
sel diatom sangat bermacam-macam dengan bentuk dasar bilateral simetris (Pennales)
dan radial (Centrales).
Beberapa
tampak seperti perahu, sedang yang lain seperti balok, cakram atau segitiga.
Diatom mempunyai kelimpahan yang
tinggi dan dapat ditemukan di berbagai habitat misalnya tanah basah, dinding
batu, karang terjal, gambut dan kulit kayu. Juga dapat dilihat sebagai buih
kuning di atas lumpur pada selokan atau kolam.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan praktikum
dan pembuatan laporan ini maka dapat disimpukan bahwa :
·
Berdasarkan pengamatan sampel melalui
Microskop, ditemukan genus-genus antara lain: Caratium, Minidiscus, Bacteriastrum,Pseudo-nitzsehia,dan Hemiaulus.
·
Dari total genus yang terlihat, maka
genus Caratium dan Minidiscus yang paling banyak ditemukan.
·
Berdasarkan perhitungan maka, kepadatan
zooplankton berkisar antara 1,42 . 102 ind./l sampai 3,89 . 102
ind./l.
·
Jumlah genus fitoplankton yang ditemukan
juga relative sedikit. Hal ini disebabkan karena kualitas perairan Teluk Ambon
bagian dalam tidak begitu baik. Selain itu juga karena adanya migrasi vertikal
harian ke dasar perairan yang dilakukan oleh fitoplankton ketika matahari
terbit. Sementara pengambilan sampel hanya secara horizontal di atas permukaan
laut.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis (Kelompok
I) adalah :
·
Sebelum melakukan pengambilan sampel di
laut, diperhatikan terlebih dahulu kesiapan dari peralatan-peralatan yang
hendak digunakan khususnya Plankton net.
·
Bagi para praktikan, agar hendak menutup
hidung ketika hendak memasukkan bahan pengawet (formalin) ke dalam air laut
yang berisi sampel. Hal ini karena bau/uap yang menyengat dapat membahayakan
kesehatan daripada praktikan itu sendiri.
·
Ketika mengidentifikasi, hendaknya
menggunakan buku kunci identifikasi sehingga mempermudah dalam mengidentifikasi genus maupun
species.
DAFTAR
PUSTAKA